Wednesday, October 5, 2011

Aplikasi Pemetaan Metode Kerja di Industri


Aplikasi Pemetaan Metode Kerja di Industri

Contoh aplikasi pemetaan metode kerja dalam dunia Industri diambil dari kasus perusahaan PT IHSG yang ingin mengeliminasi waste pada industri kemasan semen. Eliminasi wate ini diyakini mampu menstimulasi perusahaan terutama pada peningkatan produktivitas dan kualitas. Peningkatan produktivitas terjadi bila adanya perampingan operasi yang dapat mengindentifikasi lebih dini  waste dan masalah kualitas yang akan terjadi ke depannya. Upaya sistematis mereduksi waste  adalah hal yang mendasar mengurangi buruknya kualitas dan mengeliminasi permasalahan manajemen yang mendasar (Bicheno, 1991). Shigeo Shingo (1989) berhasil merumuskan tujuh jenis  waste yang mungkin ada di perusahaan.
Ketujuh waste tersebut adalah (1) kelebihan produksi (overproduction), (2) gerakan yang tidak berguna (unnecessary motion), (3) transportasi yang berlebihan (excessive transportation), (4) cacat (defect), (5) proses yang tidak tepat (inapproriate processing), (6) persediaan yang tidak penting (unnecessary inventory),dan (7) waktu tunggu (waiting).
Upaya mereduksi waste diperusahaan akan lebih mudah dilakukan bila perusahaan mampu memilah-milah operasi yang ada. Monden (1993) meyakini dalam konteks internal manufaktur  ada tiga tipe operasi yang perlu diperhatikan perusahaan adalah, yaitu  (1) Tidak bernilai tambah (non-value adding), (2) penting tetapi tidak bernilai tambah, (3) dan bernilai tambah. Tipe operasi tidak bernilai tambah merupakan murni waste atau gerakan mubazir dan seharusnya direduksi bahkan bila perlu dihilangkan. Waktu tunggu dan pengangkutan yang repetitif merupakan contoh operasi yang tidak bernilai tambah. Tipe operasi penting tetapi tidak bernilai tambah adalah operasi tidak bisa dihindari untuk tidak dilakukan atau berlebihan dari standar yang ada. Berjalan mengambil part dan memindahkan tools dari satu operator ke operator lainnya merupakan contoh dari tipe operasi penting tetapi tidak bernilai tambah. Para pakar (akademisi maupun  praktisi) meyakini bahwa pemetaan aliran nilai (value stream) untuk ketiga tipe operasi tersebut adalah hal yang penting dilakukan perusahaan sebelum mereduksi operasi yang tidak bernilai tambah.
PT IHSG bergerak di bidang pembuatan kemasan semen, meyakini pentingnya pemetaan aliran nilai sebelum menentukan perbaikan dalam rangka mengurangi waste di perusahaan. Masih tidak efisiennya perusahaan karena  lead time, keterlambatan dan waktu tunggu yang panjang, dan problem kualitas yang tidak sesuai dengan spesifikasi dari konsumen. Hasil indentifikasi awal terhadap produk yang dihasilkan menunjukkan produk kemasan woven laminasi adalah produk yang paling sering ditemui terjadinya ketidakefisienan tersebut (Maryani, 2004). Paper ini, akan membahas hasil aplikasi tujuh alat pemetaan nilai untuk mereduksi waste yang dominan yang terjadi di perusahaan. Beragamnya produk yang dibuat perusahaan dan tingkat prosentase waste yang ada, namun dalam penelitian ini akan lebih difokuskan pada satu produk yaitu produk kemasan woven laminasi.
Perusahaan mengurangi waste menggunakan Tujuh Alat Pemetaan Aliran Nilai yang merupakan metode pemetaan kerja. Ketujuh alat pemetaan aliran nilai yang dirumuskan Hines dan Rich (1997) didasarkan atas upaya merepresentasikan ketujuh jenis waste yang dirumuskan oleh Singo (1989). Dari ketujuh alat pemetaan aliran nilai, ada lima alat yang sudah diketahui dan sering dipakai. Alat process activity mapping dan demand amplification mapping   merupakan alat  yang sering digunakan oleh para insinyur (ahli rekayasa). Para ahli logistik sering menggunakan alat  supply chain response matrix dan decision point analysis. Adapun alat production variety funnel merupakan alat yang berasal dari disiplin ilmu manajemen operasi. Ada 2 alat yang benar-benar baru dan berhasil dibuat oleh Hines P dan Rich N (1997) adalah  quality filter mapping dan physical structure. Berikut ketujuh alat tersebut :
1.          Proses Activity Mapping
Alat ini sering digunakan oleh ahli teknik industri untuk memetakan keseluruhan aktivitas secara detail guna mengeliminasi waste, ketidakkonsistenan, dan keirasionalan di tempat kerja sehingga tujuan meningkatkan kualitas produk dan memudahkan layanan, mempercepat proses dan mereduksi biaya diharapkan dapat terwujud. Process activity mapping akan memberikan gambaran aliran fisik dan informasi, waktu yang diperlukan untuk setiap aktivitas, jarak yang ditempuh dan tingkat persediaan produk dalam setiap tahap produksi. Kemudahkan identifikasi aktivitas terjadi karena adanya penggolongan aktivitas menjadi lima jenis yaitu operasi, transportasi, inspeksi, delay dan penyimpanan. Operasi dan inspeksi adalah aktivitas yang bernilai nilai tambah. Sedangkan transportasi dan penyimpanan berjenis penting tetapi tidak bernilai tambah. Adapun delay adalah aktivitas yang dihindari untuk terjadi sehingga merupakan aktivitas berjenis tidak bernilai tambah.
Process activity mapping terdiri dari beberapa langkah sederhana: (1) dilakukan analisa awal untuk setiap proses yang ada, (2) mengindentifikasi waste yang ada, (3) mempertimbangkan proses yang dapat dirubah agar urutan proses bisa lebih efisien, (4) mempertimbangkan pola aliran yang lebih baik, dan (5) mempertimbangkan segala sesuatu untuk setiap aliran proses yang benar-benar penting saja (Practical Management Research Group, 1993).
2.          Supply  Chain Response Matrix
Asal alat ini dari teknik pada pemampatan waktu dan gerakan logistik. Banyak pakar menerapkan alat ini diantaranya: New (1993) dan Forza (1993) untuk mengatur aliran rantai pasok di industri tekstil, Beesley (1994) pada industri otomatif, ruang angkasa (aerospace), dan konstruksi, dan Jessop dan Jones (1995) dalam industri elektronik, makanan, pakaian, dan otomotif. Alat ini memberikan gambaran kondisi  lead time untuk setiap proses dan jumlah persediaan.  Dengan alat ini, pemantauan terjadinya peningkatan atau penurunan  lead time (waktu distribusi) dan jumlah persediaan pada tiap area aliran rantai pasok dapat dilakukan. Adanya pemetaan tersebut akan lebih memudahkan manajer distribusi untuk mengetahui pada area manaaliran distribusi dapat direduksi lead time-nya dan dikurangi jumlah persediaannya.
3.          Production Variety Funnel
Production variety funnel merupakan alat yang berasal dari disiplin ilmu manajemen operasi dan telah pernah diaplikasikan oleh New (1993) pada industri tekstil. Metode ini berguna untuk mengetahui pada area mana terjadi  bottleneck dari input bahan baku, proses produksi sampai pengiriman ke konsumen. Ada beberapa karakteristik yang berhasil dirumuskan karena adanya perbedaan proses produksi di industri dengan production variety funnel. Jenis pabrik “ I” adalah jenis pabrik yang produksinya cenderung tidak berubah dari item produk yang beragam seperti industri kimia. Jenis pabrik “V” adalah jenis pabrik yang jumlah bahan bakunya terbatas akan tetapi variasi produknya banyak, seperti industri tekstil dan metal. Jenis pabrik “A” bertolak belakang dengan jenis pabrik “V”, dimana jenis bahan bakunya banyak akan tetapi produk jadinya relatif terbatas seperti industri pesawat terbang. Adapun jenis pabrik “T” berkarakteristik produk jadinya relatif beragam dari jumlah komponen yang terbatas, seperti industri elektronik dan rumah tangga.
4.          Quality Filter Mapping
Pendekatan quality filter mapping adalah alat baru yang didesain untuk mengidentifikasi masalah kualitas pada area aliran rantai pasok perusahaan. Hasil identifikasi menunjukkan adanya 3 jenis defect dari kualitas yaitu (1) produk defect, (2) scrap defect, dan (3) service defect. Product defect merupakan cacat fisik produk yang tidak berhasil diseleksi pada saat proses inspeksi sehingga lolos ke konsumen. Scrap defect merupakan cacat yang berhasil diseleksi pada saat proses inspeksi. Sedangkan  service defect merupakan masalah yang ditemukan oleh konsumen pada saat pemakaian produk akan tetapi tidak secara langsung berhubungan dengan produk yang dihasilkan tetapi lebih kepada pelayanan yang diberikan dari perusahaan.
5.          Demand Amplification Mapping
Demand amplification mapping adalah alat yang sering digunakan pada disiplin ilmu sistem dinamik yang diciptakan oleh Forester (1958) dan Burbidge (1984). Hasil penelitian Burbidge (1984) menunjukkan bahwa jika  permintaan dikirim dari serangkaian persediaan yang dimiliki menggunakan pengendalian  stok order, akan memperlihatkan adanya amplifikasi dari variasi permintaan akan meningkat untuk setiap transfer. Hal ini menunjukkan bahwa pengaturan persediaan sangat penting dalam mengantisipasi adanya perubahan permintaan. Alat ini dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan dan analisis kedepan untuk meredesain konfigurasi aliran nilai, mengatur fluktuasi permintaan sehingga permintaan yang ada dapat dikendalikan.
6.          Decision Point Analysis
Alat decision point analysis ini sering digunakan pada pabrik yang berkarakteristik produk jadinya relatif beragam dari jumlah komponen yang terbatas, seperti industri elektronik dan rumah tangga. Akan tetapi pada perkembangannya juga digunakan pada industri lain. Titik keputusan adalah titik dimana tarikan permintaan aktual memberikan cara untuk mendorong adanya peramalan. Adanya informasi titik keputusan akan berguna untuk mengerti dimana terjadinya kekeliruan penentuan titik keputusan. 

Pada Kasus PT IHSG yang ingin mengeliminasi waste pada industri kemasan semen hanya digunakan dua alat pemetaan diantaranya ialah Quality Filter Mapping dan Proses activity Mapping. Berikut contoh gambar dari dua jenis pemetaan kerja tersebut:

No comments:

Post a Comment